Cara Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

     


        Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun merupakan permasalahan serius yang harus diperhatikan belakangan ini, meningat pengolahan limbah B3 tidak bisa di lakukan di sembarang tempat dan dalam keadaan yang biasa. Penanganan limbah ini harus di lakukan secara khusus dengan memperhatikan segala aspek pendukungnya dan dilakukan oleh para professional. Salah satu bidang yang merupakan penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun yaitu Rumah Sakit. Limbah B3 yang dikeluarkan dari rumah sakit meliputi limbah infeksius, sisa operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain. Hampir semua limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit masuk dalam kategori limbah B3. Pengelolaan limbah di Rumah Sakit biasanya menggunakan alat yang disebut dengan insenerator, namun penggunaan insenerator tidak dapat digunakan di semua rumah sakit terutama rumah sakit dengan lahan yang padat penduduk. Maka dari itu diperlukan peran pihak ketiga untuk membantu dalam pengolahan limbah B3 ini. Dilansir dari laman detik.com pada bulan Maret 2018, terjadi penumpukan limbah B3 rumah sakit di Yogyakarta. Hal ini dikarenakan oleh tidak beroperasinya pihak pengolah limbah yang bekerjasama dengan transporter. Kemudian permasalahan ini berdampak pada rumah sakit itu sendiri, karena harusnya mereka melakukan pembuangan 2x dalam 24 jam tetapi kali ini mereka tidak dapat melakukannya. Perlu di ingat bahwa pihak pengelola limbah yang beroperasi dan mempunyai izin itu tidak banyak. Jadi ini merupakan suatu masalah yang cukup serius untuk di perhatikan karena apabila limbah B3 dibiarkan begitu saja tanpa ada penangan lanjut, ini akan berbahaya untuk orang-orang yang terpapar di sekitar tempat penimbunan sementara limbah B3 tersebut. Untuk itu, penulis ingin mengajak kalian untuk belajar mengenai cara pengelolaan yang benar supaya nantinya apabila kita berkerja di bidang medis ataupun di bidang industri dapat menangani pengelolaan limbah B3 dengan baik. 


Pengertian 

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No. P.56/Menlhk-Setjen/2015 Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Pengolahan Limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. Manajemen atau pengelolaan dan penanganan bahan kimia berbahaya dan beracun atau lebih populer dengan istilah B3 dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja, merupakan aspek yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian. Banyak terjadi kecelakaan dalam industri yang disebabkan karena ketidak-tahuan operator ataupun pekerja dalam mengenali dan menangani B3 tersebut. 

Klasifikasi Limbah B3 

Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 menjelaskan secara singkat klasifikasi B3 sebagai berikut: 
  1. Explosive (mudah meledak) adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25°C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. 
  2. Toxic (beracun) akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. 
  3. Corrosive (korosif) mempunyai sifat sebagai berikut: 
    • Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit 
    • Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja 
    • Mempunyai pH 2 untuk B3 bersifat asam dan atau pH 12,5 untuk B3 bersifat basa. 
      4. Irritant (bersifat iritasi) merupakan padatan maupun cairan yang bila terjadi kontak secara   
          langsung dan apabila terus menerus kontak dengan kulit atau selaput lendir dapat 
          menyebabkan peradangan 
     5. Chronic toxic (toksik kronis): 
    • Carcinogenic (karsinogen) yaitu sifat bahan penyebab sel kanker
    • Teratogenic yaitu sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio 
    • Mutagenic yaitu sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan kromosom yang dapat merubah genetika 
Tahapan Pengelolaan Limbah B3 

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.56/Menlhk-Setjen/2015 Pengelolaan Limbah B3 yang timbul dari fasilitas pelayanan kesehatan meliputi tahapan: 
a. Pengurangan dan pemilahan Limbah B3; 
b. Penyimpanan Limbah B3; 
c. Pengangkutan Limbah B3; 
d. Pengolahan Limbah B3; 
e. penguburan Limbah B3; dan/atau 
f. Penimbunan Limbah B3 

a. Pengurangan dan pemilahan Limbah B3 
1. Tata cara pengurangan dan pemilahan Limbah B3 Pengurangan pada sumber. Beberapa hal yang
     dapat dilakukan antara lain: 
       • Perbaikan tata kelola lingkungan (good house keeping) melalui eliminasi penggunaan penyegar
         udara kimiawi (yang tujuannya hanya untuk menghilangkan bau tetapi melepaskan bahan
         berbahaya dan beracun berupa formaldehida, distilat minyak bumi, p-diklorobenzena, dll); 
       • Mengganti termometer merkuri dengan termometer digital atau elektronik; 
       • Bekerjasama dengan pemasok (supplier) untuk mengurangi kemasan produk; 
       • Melakukan substitusi penggunaan bahan kimia berbahaya dengan bahan yang tidak beracun
         untuk pembersih (cleaner); dan 
       • Penggunaan metode pembersihan yang lebih tidak berbahaya, seperti menggunakan desinfe
         uap bertekanan daripada menggunakan desinfeksi kimiawi 
 2. Penggunaan kembali (reuse). 
                Penggunaan kembali tidak hanya mencari penggunaan lain dari suatu produk, tetapi yang
      paling penting yaitu menggunakan kembali suatu produk berulang-ulang sesuai fungsinya
     Peralatan medis atau peralatan lainnya yang digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan yang
     dapat  digunakan kembali (reuse) antara lain: skalpel dan botol atau kemasan dari kaca. Setelah
     digunakan, peralatan tersebut harus dikumpulkan secara terpisah dari Limbah yang tidak dapat
     digunakan kembali, dicuci dan disterilisasi menggunakan peralatan atau metode yang telah
     disetujui atau memiliki izin seperti autoklaf. Sebagai catatan, jarum suntik plastik dan kateter
     tidak dapat disterilisasi secara termal atau kimiawi, atau digunakan kembali, tetapi harus dibuang
     sesuai peraturan perundang-undangan. 
 3. Daur ulang (recycling). 
              Daur ulang merupakan upaya pemanfaatan kembali komponen yang bermanfaat melalui
     proses tambahan secara kimia, fisika, dan/atau biologi yang menghasilkan produk yang sama
     ataupun produk yang berbeda 
 4. Pemilahan. 
     Beberapa alasan penting untuk dilakukan pemilahan antara lain: 
  •  Pemilahan akan mengurangi jumlah Limbah yang harus dikelola sebagai Limbah B3 atau sebagai Limbah medis karena Limbah non-infeksius telah dipisahkan; 
  •  Pemilahan akan mengurangi Limbah karena akan menghasilkan alur Limbah padat (solid waste stream) yang mudah, aman, efektif biaya untuk daur ulang, pengomposan, atau pengelolaan selanjutnya; 
  • Pemilahan akan mengurangi jumlah Limbah B3 yang terbuang bersama Limbah nonB3 ke media lingkungan. Sebagai contoh adalah memisahkan merkuri sehingga tidak terbuang bersama Limbah nonB3 lainnya; dan 
  • Pemilahan akan memudahkan untuk dilakukannya penilaian terhadap jumlah dan komposisi berbagai alur Limbah (waste stream) sehingga memungkinkan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki basis data, mengidentifikasi dan memilih upaya pengelolaan Limbah sesuai biaya, dan melakukan penilaian terhadap efektifitas strategi pengurangan Limbah. 
 5. Pengomposan. 
         Pengomposan merupakan salah satu cara penting untuk mengurangi Limbah seperti makanan
    buangan, Limbah dapur, karton bekas, dan Limbah taman. Dalam hal pengomposan akan
    dilakukan, maka memerlukan lahan yang cukup serta jauh dari ruang perawatan fasilitas
    pelayanan kesehatan dan daerah yang dapat diakses masyarakat. Teknik pengomposan dapat
    dilakukan dari cara yang sederhana melalui penumpukan Limbah tidak teraerasi hingga dengan
    teknik pengomposan menggunakan cacing (vermi-composting). 

b. Penyimpanan Limbah B3 

Penyimpanan Limbah B3 dilakukan dengan cara antara lain: 
  • Menyimpan Limbah B3 di fasilitas Penyimpanan Limbah B3; 
  • Menyimpan Limbah B3 menggunakan wadah Limbah B3 sesuai kelompok Limbah B3;
  • Penggunaan warna pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah sesuai karakteristik Limbah B3; dan  
  • Pemberian simbol dan label Limbah B3 pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah B3 sesuai karakteristik Limbah B3. 
Warna kemasan dan/atau wadah Limbah B3 berupa warna: 
a. Merah, untuk Limbah radioaktif; 
b. Kuning, untuk Limbah infeksius dan Limbah patologis; 
c. Ungu, untuk Limbah sitotoksik; dan 
d. Cokelat, untuk Limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, dan Limbah farmasi. 

Simbol pada kemasan dan/atau wadah Limbah B3 berupa simbol: 
a. Radioaktif, untuk Limbah radioaktif; 
b. Infeksius, untuk Limbah infeksius; dan 
c. Sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik. 

c. Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

A. Pengangkutan Limbah B3 dilakukan oleh: 
     1. Penghasil Limbah B3 terhadap Limbah B3 yang dihasilkannya dari lokasi Penghasil Limbah B3 ke: 
    • Tempat Penyimpanan Limbah B3 yang digunakan sebagai depo pemindahan; atau 
    • Pengolah Limbah B3 yang memiliki izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3; atau
      2. Pengangkut Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Kegiatan
          Pengangkutan Limbah B3, jika Pengangkutan Limbah B3 dilakukan di luar wilayah kerja
          fasilitas pelayanan kesehatan. 
B. Pengangkutan Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor: 
  •  roda 4 (empat) atau lebih; dan/atau 
  •  roda 3 (tiga). 
 C. Ketentuan mengenai kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih sesuai dengan peratura
      perundang-undangan mengenai Angkutan Jalan. 

d. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun 

1. Pengolahan Limbah B3 dilakukan secara termal oleh:
    a. Penghasil Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3; atau
    b. Pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3. 

2. Pengolahan Limbah B3 secara termal dilakukan menggunakan peralatan: 
    a. autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe vakum; 
    b. gelombang mikro; 
    c. iradiasi frekwensi radio; dan/atau 
    d. insinerator. 

3. Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 oleh Penghasil limbah B3 meliputi: 
  • Merupakan daerah bebas banjir dan tidak rawan bencana alam, atau dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan 
  • Jarak antara lokasi pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengolahan limbah B3 dengan lokasi fasilitas umum diatur dalam izin lingkungan.
4. Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 oleh Pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 dan memiliki kerjasama dengan Penghasil Limbah B3 meliputi: 
    a. Merupakan daerah bebas banjir dan tidak rawan bencana alam, atau dapat direkayasa dengan
       teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 
    b. Berada pada jarak paling dekat 30 (tiga puluh) meter dari: 
  • Jalan umum dan/atau jalan tol; 
  • Daerah pemukiman, perdagangan, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan; 
  • Garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk; dan 
  • Daerah cagar alam, hutan lindung, dan/atau daerah lainnya yang dilindungi. 
e. Penguburan Limbah B3

    Beberapa persyaratan penguburan limbah B3 yang harus dipenuhi meliputi: 
    1. Lokasi kuburan Limbah hanya dapat diakses oleh petugas.
    2. Lokasi kuburan Limbah harus berada di daerah hilir sumur atau badan air lainnya. 
    3. Lapisan bawah kuburan Limbah harus dilapisi dengan lapisan tanah penghalang berupa tanah 
        liat yang dipadatkan dengan ketebalan paling rendah 20 cm (dua puluh centimeter), untuk
        penguburan Limbah patologis. 
   4. Limbah yang dapat dilakukan penguburan hanya Limbah medis berupa jaringan tubuh manusia,
       bangkai hewan uji, dan/atau Limbah benda tajam (jarum, siringe, dan vial). 
   5. Tiap lapisan Limbah harus ditutup dengan lapisan tanah untuk menghindari bau serta organisma         vektor penyakit lainnya. 
   6. Kuburan Limbah harus dilengkapi dengan pagar pengaman dan diberikan tanda peringatan. 
   7. Lokasi kuburan Limbah harus dilakukan pemantauan secara rutin. 

 f. Penimbunan Limbah B3

    Penimbunan Limbah B3 hanya dapat dilakukan di fasilitas:
    1. Penimbunan saniter; 
         • Penimbunan terkendali; dan/atau 
         • Penimbusan akhir limbah B3 yang memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan
           penimbunan limbah B3. 
     2. Sebelum dilakukan penimbunan di fasilitas limbah B3 wajib dilakukan:  
         • Enkapsulasi; dan/atau 
         • Inertisasi. 
                 Inertisasi merupakan proses solidifikasi Limbah menggunakan semen dan material lainnya
            sebelum Limbah ditimbun di fasilitas penimbunan saniter (sanitary landfill), fasilitas
            penimbunan terkontrol (controlled landfill), atau fasilitas penimbusan akhir Limbah B3.
           Inertisasi dapat dilakukan terhadap limbah abu/residu hasil pembakaran insinerator. Proses
           inertisasi dilakukan dengan cara: 
    1. Limbah dicampur dengan pasir dan semen menggunakan sekop dengan perbandingan limbah, pasir dan semen portland 3:1:2 (tiga banding satu banding dua), atau dengan komposisi lain sehingga dapat memenuhi persyaratan uji kuat tekan dan uji TCLP. 
    2. Hasil pencampuran selanjutnya dituangkan dalam sebuah cetakan dengan ukuran dimensi paling rendah 40 cm x 40 cm x 40 cm (empat puluh centimeter kali empat puluh centimeter kali empat puluh centimeter), setelah cetakan tersebut sebelumnya telah dilapisi dengan plastik sehingga dapat mengungkung campuran limbah. Hasil pencampuran didiamkan selama 5 (lima) hari untuk penyempurnaan proses solidifikasi. 
    3. Hasil pencampuran  harus memenuhi persyaratan:
      • Uji kuat tekan dilakukan setelah 5 (lima) hari dengan kuat tekan rata-rata paling rendah 225 kg/cm2 (dua ratus dua puluh lima kilogram per centimeter persegi); dan 
      • Hasil uji TCLP di bawah baku mutu TCLP 
                4. Apabila hasil uji mutu TCLP dipenuhi, hasil proses solidifikasi selanjutnya ditimbun di 
                   fasilitas penimbunan saniter (sanitary landfill) atau fasilitas penimbunan terkontrol 
                   (controlled landfill).   

                                                                Daftar Pustaka


Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : Lampiran

                I/P.56/Menlhk-Setjen. Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah 
                Bahan Berbahaya Dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2015

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya

                dan Beracun

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan

                Beracun dan Berbahaya (B3)

Riyanto. 2014. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Deepublish. Yogyakarta


Komentar